Teori Konsumsi dalam Islam
Teori Konsumsi Dalam
Islam
Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah sebagai
sarana penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsusmsi
sesuatu dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengamdian kepada
Allah akan menjadikan konsusmsi itu bemilai ibadah yang dengannya manusia mendapatkan
pahala. Konsusmsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai tujuan
terbesar dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan ekonomi.
Bahkan ukuran kebahagiaan seseorang diukur dengan
tingkat kemampummya dalam mengkonsusmsi. Konsep konsumen adalah raja' menjadi
arah bahwa aktifitas ekonomi khususnya produksi untuk memenuhi kebutuhan
konsumen sesuai dengan kadar relatifitas dari keianginan konsumen, dimana
Al-Qur 'an telah mengungkapkan hakekat tersebut dalam firman-Nya : "Dan
orang-orang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan
seperti makannya binatang" (Muhammad:2).
Prinslp-prinslp
Dasar dalam Konsumsi Menurut Islam
Konsumsi islam senantiasa memperhatikan halal-haram,
komitmen dan konsekuen
dengan
kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat yang mengatur konsumsi agar mencapai
kemanfaatan
konsumsi seoptimal mungkin dan mencegah penyelewengan dari jalart kebenaran dan
dampak mudharat baik bagi dirinya maupun orang lain. Adapun kaidah/ prinsip
dasar konsumsi islami adalah (AI-Haritsi, 2006):
1.
Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang
harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi di mana terdiri dari:
a. Prinsip akidah, yaitu hakikat konsusmsi adalah
sebagai sarana untuk ketaatan/
beribadah sebagai perwujudan keya.kinan man.usia
sebagai makhluk yang
mendapatican beban khalifah dan amanah di bumi yang
nantinya diminta
pertanggungjawaban oteh penciptanya.
b. Prinsip ilmu, yaitu.
seorang ketika akan mengkonsumsi harus tahu ilmu tentang
barang yang akan
dikonsumsi dan hukam-hokum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu
yang halal atau haram balk ditinjau dari zat, proses, maupun tujuannya.
c.
Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui tentang
konsumsi islami tersebut. Seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan
berilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang halal
atau syubhat.
2.
Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas
kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat islam, di antaranya :
a.
Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-tengah antar menghamburkan
harta dengan pelit, tidakbermewah-mewah, tidakmubadzir, hemat
b.
Sesuai antara pemasukan dan
pengeluaran, artinya dalam mengkonsumsi hams disesuaikan dengan kemampuan yang
dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang
c.
Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan untuk konsumsi
tapi juga disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri
3.
Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan
kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:
a.
primer, yaitu konsumsi dasar yang
harus terpenuhi agar manusia dapat hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya
dunia dan agamanya serta orang terdekatnya, seperti makanan pokok
b.
sekunder, yaitu konsumsi untuk
menambah/meningkatkan tingkat kualitas hidup yang lebih balk, misalnya konsumsi
madu, susu dan sebagainya.
c.
tertier, yaitu untuk memenuhi
konsumsi manusia yang jauh lebih membatuhkan.
4.
Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial
di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di
antaranya:
a. Kepentingan umat,
yaitu sating menanggung dan menolong sebagaimana bersatunya suatu badan yang
apabila sakit pada salah satu anggotanya, maka anggota badan yang lain juga
akan merasakan sakitnya
b. Keteladanan, yaitu
memberikan contoh yang baikdalam berkonsumsi apalagi jika dia adalah seorang
tokoh atau pejabat yang banyak mendapat sorotan di masyarakatnya.
c. Tidak membahayakan
orang yaitu dalam mengkonsumsi justru tidak merugikan dan memberikan madharat
ke orang lain seperti merokok.
5.
Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi hams sesuai
dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya atam dan kebertanjutannya atau
tidak merusak lingkungan.
6.
Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang
tidak emcerminknn etika konsusmsi islami seperti sutra menjamu dengan tujuan
bersenang-senang atau memaraerka kemewahan dan menghambur-hamburkan harta.
Prinsip-prinsip dasar konsums iislami ini akan
memiliki konsekuensi bagi pelakunya. Pertama, seseorang yang melakukan
konsumsi harus beriman kepada kehidupan Allah dan akhirat di mana setiap
konsumsi Mon berakibat bagi kehidupannya di akhirat. Kedua, pada hakikatnya seam anugerah dan kenikmatan dari segala
sumberdaya yang diterima man.usia merupakan ciptaan dan milik Allah secara
mutlak dan akan kembali kepada-Nya (Al-Bagorolt:29). Ketiga, tingka pengetahuan dan ketakwaan akan mempengaruhi perilaku
konsumsi seseorang.
Dalam diri seorang muslim hares berkonsumsi yang membawa
manfaat (maslahat) dan bukan. merugikan (madhorot). Konsep maslahat
menyangkut maqoshiq syariat (dien, nafs, nasl, aql, maal), artinya
harus memenuhi syarat agar dapat menjaga agamanya tetap muslim, menjaga
fisiknya agar tetap sehat dan kuat, tetap menjaga keturunan generasi manuia
yang baik, tidak merusak pol y pikir akalnya dan tetap menjaga hartanya berkah dan
berkembang. Konsep maslahat lebih objektif karena bertolak dari al-hajat
addhoruriyat (need), yaitu prioritas yang lebih mendesak. Konsep maslahat
individu senantiasa membawa dampak terhadap maslahat umum/sosial
Komentar