Menyoal Harga Komoditas Pertanian

Assalamualaikum wr wb..
Repost Tulisan Bu Chenny di Serambi Indonesia..


HARGA merupakan bagian penting dalam ekonomi pertanian. Hal ini karena harga sangat menentukan tingkat kesejahteraan semua pihak, baik petani sebagai produsen maupun rumah tangga sebagai konsumen. Harga yang terlalu rendah akan merugikan petani, pada sisi yang lain harga yang terlalu tinggi akan memicu meningkatnya inflasi dan menurunkan kesejahteraan rumah tangga konsumen, terutama bagi si miskin.

Komoditas pertanian di Provinsi Aceh sendiri menjadi perhatian khusus bagi otoritas moneter karena beberapa di antaranya tergolong dalam inflasi volatile food yang sangat besar perannya dalam menyumbang inflasi di Aceh. Beberapa di antara komoditas volatile food yang menyumbang inflasi cukup besar, antara lain; beras, tembakau (rokok), cabe merah, bawang merah, tomat, kedelai, beberapa jenis sayur-mayur, dan buah-buahan. Beras bahkan selalu menjadi komoditas yang menyumbang inflasi tertinggi di antara 7 kelompok komoditas yang dihitung dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK).

Analisis harga pertanian sebagai bagian dalam ilmu ekonomi memegang peranan penting dalam merumuskan kebijakan stabilitas harga komoditas pertanian, peningkatan produksi pangan, dan ramalan tentang perkembangan harga komoditas pertanian ke depan. Beberapa metode dalam analisis pertanian di antaranya adalah analisis kuantitatif. Metode ini sering menggunakan model-model ekonomi yang mencoba melihat bagaimana pengaruh harga-harga komoditas terhadap kesejahteraan rumah tangga dan kesejahteraan petani.

Tentu saja analisis ini memerlukan beberapa hal dari penulis, misalnya wawasan teori yang melatarbelakangi penelitian cukup baik sehingga membantu penulis dalam membangun model-model yang tepat. Selain itu ketersediaan data yang mendukung penelitian sangat besar peranannya, di samping kemampuan analisis statistik penulis itu sendiri juga cukup baik (Tomeck dan Robinson, 1990).

Tak asing lagi
Model permintaan sudah tak asing lagi bagi masyarakat, terutama yang memiliki latar belakang pendidikan Ilmu Ekonomi. Di antara model permintaan yang dapat menganalisis pengaruh harga komoditas pertanian terhadap permintaan adalah Model Permintaan Hampir Ideal (Almost Ideal Demand System atau model AIDS). Model ini diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer pada 1980. Sebagai informasi Deaton sendiri konsisten melihat perilaku konsumen (consumer behavior) dan menjadi peraih nobel ekonomi pada tahun 2015 ini. Kelebihan model ini selain dapat memuat banyak vaiabel harga komoditas dalam satu model, juga dapat menguji berbagai batasan-batasan (restriksi) dalam fungsi permintaan. Restriksi yang dimaksud yaitu aditivitas, homogenitas, dan kendala simetris.

Model ini juga dapat melihat variabel lain di luar harga komoditas, misalnya; variabel pendapatan rumah tangga, variabel spatial, dan variabel sosial demografi. Sangat memungkinkan bagi banyak variabel dimuat dalam satu persamaan. Output dari model AIDS ini adalah elastisitas harga permintaan, elastisitas pendapatan, dan elastisitas variabel lainnya. Elastisitas harga akan melihat bagaimana tingkat sensitivitas harga terhadap permintaan rumah tangga, apakah bersifat elastis, inelastis, atau unity. Besaran elastisitas ini dapat melihat bagaimana perubahan kesejahteraan seseorang akibat perubahan harga komoditas pertanian tersebut.

Model ini pernah saya pakai dalam penelitian disertasi saya mengenai pergeseran kesejahteraan rumah tangga perdesaan dan rumah tangga perkotaan di Provinsi Aceh tahun 2009 hingga tahun 2013. Data yang digunakan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Komoditas pertanian yang saya angkat adalah komoditas penyumbang inflasi, yaitu; beras, rokok, dan ikan. Komoditas ini tergolong komoditas yang rentan menyebabkan inflasi (inflasi volatile food).
Naiknya harga-harga komoditas pertanian cenderung disebabkan oleh faktor musim/cuaca. Pada sisi yang lain permintaan masyarakat Aceh semakin meningkat sedangkan supply bagi komoditas ini masih jauh dari mencukupi. Hal ini terlihat dari ketergantungan Aceh terhadap daerah lain masih sangat tinggi dalam memenuhi kebutuhan komoditas yang diteliti, terutama komoditas beras.
Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas model AIDS, terlihat bahwa inflasi pada komoditas pertanian di Provinsi Aceh sangat besar pengaruhnya terhadap pergeseran kesejahteraan rumah tangga di perkotaan. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas harga yang cenderung elastis. Nilai ini cenderung inelastis pada perdesaan. Daerah perkotaan merupakan rumah tangga konsumen murni dari produk pertanian. Hal ini sedikit berbeda bagi rumah tangga perdesaan, di mana selain mereka sebagai konsumen, pada sisi yang lain kebanyakan dari mereka juga menjadi produsen (petani).
Namun, hasil yang unik adalah nilai elastisitas harga bagi komoditas rokok yang cenderung inelastis di perdesaan. Nilai ini dapat diartikan bahwa walaupun harga rokok naik setiap tahun, tetapi konsumsi rokok di perdesaan tidak terlalu terpengaruh. Adakah kemungkinan budaya merokok di warung kopi yang sudah menjadi tradisi di provinsi ini turut andil dan memperkuat hasil penelitian ini.

Rekomendasi kebijakan
Sebagai rekomendasi kebijakan dalam penelitian ini, untuk kebijakan stabilisasi inflasi pada komoditas volatile food, ketiga komoditas tadi harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan otoritas moneter. Dalam hal ini pemberdayaan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) mutlak diperlukan. Pemerintah sudah harus memetakan komoditas unggulan yang menjadi prioritas pembangunan ke depan, terutama bagi komoditas beras dan sektor perikanan.
Upaya mencapai swasembada bagi kedua komoditas ini harus menjadi target prioritas, mengingat kedua komoditas ini sangat besar perannya terhadap inflasi dan kesejahteraan masyarakat Aceh. Aceh sendiri memiliki peluang dan potensi yang besar dalam mengembangkan kedua komoditas ini. Komoditas rokok sebaiknya didekati dengan persuasif dari sisi konsumennya, misalnya dengan memperluas sosialisasi tentang bahaya rokok bagi kesehatan, dan intervensi langsung dari pemerintah tentang anti rokok.

Model-model yang diperkenalkan dalam analisis harga pertanian diharapkan dapat membantu pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam upaya membuat kebijakan stabilitas harga, memprediksi perkembangan harga ke depan, dan lebih jauh menjadi arah kebijakan ekonomi terutama terkait komoditas-komoditas unggulan yang harus diprioritaskan

sektor pertanian telah menjadi satu sektor yang besar kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi Aceh, sehingga jika kemandirian pangan dapat dicapai maka hal tersebut menjadi prestasi yang luar biasa bagi pemerintah Aceh ke depan. Permasalahan inflasi yang rentan berfluktuasi akibat komoditas volatile food juga dapat diminimumkan seiring meningkatnya produksi komoditas pertanian di Aceh. Saya yakin, kejayaan Aceh dapat kembali dimulai dengan mewujudkan kemandirian pangan dan menjadi produsen bagi beberapa komoditas unggulan, seperti beras dan ikan. Semoga!

* Dr. Chenny Seftarita, S.E., M.Si., Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh. Email: chennyseftarita@gmail.com

Sumber : klik disini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mentransformasi data ke dalam bentuk Log dan Ln dengan Eviews7

Transformasi data Ke Dalam Bentuk Log dan Ln dengan SPSS 20

Cara Mendeteksi Outlier Data Menggunakan SPSS