Ekspektasi dan Solusi Ekonomi Aceh ke Depan
Assalamualaikum wr wb..
Repost dari Serambi Indonesia
Oleh : Chenny Seftarita
Belum lama ini, kita dikejutkan dengan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) triwulan pertama 2015 tentang pertumbuhan ekonomi Aceh yang hanya sebesar 1,65%. Jelasnya, pertumbuhan Aceh dengan migas menurun -2.83%, sedangkan dengan migas turun -0,52% dibandingkan triwulan keempat 2014 (q on q). Pertumbuhan ekonomi Aceh merupakan yang terendah di seluruh provinsi di Indonesia menyusul Kalimantan Timur di urutan kedua. Pertumbuhan ekonomi tertinggi diraih Sulawesi Barat dengan tingkat pertumbuhan 8,73%. Secara nasional pertumbuhan ekonomi juga mengalami penurunan yaitu hanya sebesar 4,7% atau menurun dibandingkan periode sebelumnya pada 2014 yaitu mencapai 5,14% (y on y).
Pertumbuhan yang rendah bahkan terendah di seluruh provinsi di Indonesia bagi sekalangan orang mungkin hal biasa terjadi di Aceh, walau sebenarnya tidak pantas terjadi di tengah kekayaan sumber daya alam dan tambahan dana otsus yang cukup besar. Menurunnya pertumbuhan ekonomi Aceh merupakan gambaran lemahnya kinerja pemerintahan. Pengalaman pahit ini hendaknya menjadi pelajaran bagi pemerintah Aceh ke depan. Jika kinerja yang buruk tidak menjadi pengambil kebijakan merasa malu, maka lihatlah masyarakat Aceh yang akan menanggung penderitaan akibat rendahnya pertumbuhan ekonomi tersebut.
Mari kita melihat bagaimana dampak dari menurunnya pertumbuhan ekonomi Aceh tersebut bagi masyarakat, tingkat pengangguran meningkat 0,98% dibandingkan periode yang sama 2014 (y on y), yaitu mencapai 7,73%. Jika kita tidak terlalu tersentuh oleh catatan angka-angka, maka dapatlah kita bayangkan, sekitar 175 ribu orang penduduk Aceh yang menganggur dan menjadi tanggungan bagi keluarganya. Kemungkinan jumlah pengangguran akan terus meningkat akibat menurunnya aktivitas ekonomi, penyediaan lapangan kerja yang dan lambannya stimulus dari pemerintah. Kondisi ini diperkirakan akan berdampak pada angka kemiskinan yang diprediksikan akan mengalami peningkatan pada 2015 ini.
Memasuki triwulan kedua 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih belum meningkat signifikan. Walaupun diperkirakan meningkat positif, namun peningkatannya relatif kecil. Hal yang mungkin mendorong pertumbuhan ekonomi adalah tetap pada konsumsi rumah tangga yang terlihat meningkat dalam minggu terakhir, terutama disebabkan oleh pencairan rapel gaji/honor PNS. Penyerapan APBA belum terlalu bisa diharapkan karena diprediksikan hingga bulan Juni 2015 penyerapan tersebut masih jauh di bawah target 50%. Pertumbuhan ekonomi Aceh akan meningkat pada triwulan ketiga dan keempat 2015. Hal ini terutama didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat menjelang puasa dan perayaan lebaran, serta didorong oleh mulai efektifnya penyerapan APBA hingga akhir tahun.
Secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Aceh sepanjang 2015 tidak terlalu meningkat signifikan, bahkan terjadi kecenderungan stagnasi. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya kontribusi migas, menurunnya kinerja ekspor di Aceh akibat pasar global yang lesu, dan menurunnya kontribusi ekspor non migas yang disebabkan masih rendahnya produktivitas disektor ini, diperburuk dengan menurunnya rata-rata harga komoditas global. Kontribusi konsumsi rumah tangga dan pemerintah diperkirakan meningkat positif, namun tidak cukup untuk mendorong laju peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Solusi ke depan
Menurunnya pertumbuhan ekonomi Aceh harus menjadi pelajaran bagi pengambil kebijakan untuk kembali menyusun arah kebijakan ekonomi yang lebih efektif. Berdasarkan struktur perekonomian Aceh yang telah ada, ada beberapa kebijakan yang akan merubah perekonomian Aceh menjadi lebih mandiri dan kokoh ke depan. Pertama; memperkuat sektor pertanian, perikanan/kelautan, perkebunan sebagai sektor unggulan. Menurunnya kontribusi migas harus secepatnya disiasati dengan meningkatkan kontribusi sektor lain. Sebagai daerah agraris yang memiliki potensi pertanian dan kelautan yang besar, kedua sektor ini dapat dijadikan pondasi dasar dalam membangun ketahanan ekonomi Aceh ke depan.
Kami merekomendasikan untuk mengupayakan swasembada pangan bahkan menjadi pengekspor komoditas pangan baik bagi pasar di Indonesia maupun di luar negeri. Komoditas beras bisa menjadi satu komoditas unggulan, mengingat kebutuhan beras di Indonesia tergolong tinggi bahkan produksi dalam negeri seringkali tidak mencukupi sehingga harus impor ke negara lain. Pemerintah harus turun tangan dengan mengalokasikan anggaran yang produktif di sektor pertanian, misalnya; pembangunan irigasi dan sistem pengairan, pusat riset pertanian yang akan melahirkan teknologi pertanian, menambah lahan baru atau membuka lahan tidur yang tidak produktif.
Kedua; membuat industri pengolahan sesuai komoditas unggulan, seperti beras, perikanan, dan perkebunan. Dengan adanya pabrik-pabrik pengolahan tersebut, akan dapat memberikan nilai tambah bagi komoditas unggulan di Aceh. Pemerintah dapat memulai investasi tersebut sebagai proyek percontohan, dengan mendirikan beberapa pabrik pengolahan milik pemerintah daerah (sejenis BUMD). Investasi pada industri pengolahan komoditas unggulan dapat ditempatkan di wilayah-wilayah berdekatan dengan dengan bahan baku atau ditempatkan di wilayah yang berdekatan dengan pasar, misalnya di daerah perbatasan Aceh-Sumut, daerah-daerah berdekatan dengan pelabuhan, dan daerah lain yang potensial yang berdekatan dengan pasar atau bahan baku utama. Industri-industri baru ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan industri-industri lain ke depan.
Ketiga; meraih pasar domestik dan pasar luar negeri. Indonesia memiliki poetensi pasar yang besar yang menjadi incaran negara-negara asing. Kontribusi sektor konsumsi rumah tangga sekitar 56,12 persen dari PDB. Persentase ini mencerminkan besarnya potensi pasar yang dapat dilirik bukan saja bagi provinsi Aceh, namun juga bagi semua produsen di Indonesia. Kesempatan ini tentu saja dapat diawali dengan menjalin kerjasama antar daerah. Pemerintah dapat mengambil peran layaknya pengusaha yang mencari pasar seluas-luasnya bagi produksi daerahnya.
Di Aceh sendiri, konsumsi rumah tangga mencapai 62,44%. Kebutuhan lokal di Aceh bahkan masih sangat tergantung pada daerah lain bahkan negara lain. Potensi ini harus diperhatikan, target ke depan bagaimana agar kita tidak lagi tergantung pada daerah lain dalam mencukupi kebutuhan di Aceh. Pasar yang tidak kalah penting lainnya adalah ekspor ke luar negeri. Pemerintah Aceh harus turun tangan membuka akses dan mempromosikan produk-produk lokal ke luar negeri. Pemerintah juga dapat bekerjasama dengan provinsi lain penghasil komoditas yang sama, yang telah mempunyai negara tujuan ekspor.
Keempat; memberdayakan lembaga keuangan terutama perbankan melalui kredit/pembiayaan mikro berbunga rendah. Pengeluaran pemerintah tidak selamanya dapat diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi, apalagi pasca berkhirnya dana Otsus nanti. Pemerintah sudah harus mempersiapkan alternatif lain dengan memberdayakan dana masyarakat di sektor perbankan dalam menggerakan sektor riil. Penyaluran kredit modal usaha bagi petani, nelayan, perkebunan dapat dibuat menjadi devisi/unit khusus di perbankan. Dalam hal ini selain menjadikan pembiayaan mikro di sektor unggulan menjadi lebih professional juga membuka peluang kerja yang luas bagi masyarakat. Pemerintah dapat memulai kebijakan ini dengan memberdayakan bank-bank pemerintah daerah yang telah ada.
Kelima; membangun infrastruktur terutama jalan-jalan sebagai sarana transportasi hingga dapat mengakses daerah-daerah sektor unggulan tersebut hingga ke daerah paling terpencil di provinsi ini. Membangun pelabuhan, pasar tradisional, dan sarana publik lainnya yang menunjang program pemerintah dalam memajukan sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan. Konsekuensinya, pemerintah harus memangkas pos anggaran rutin yang tidak produktif dan mengalihkannya ke sektor produktif. Infrastruktur ini harus secepatnya dibangun sebelum dana Otsus berakhir.
Strategi di atas merupakan pondasi utama bagi perekonomian Aceh ke depan. Cara-cara tersebut semua harus dimulai dari pemerintah dengan memberdayakan anggaran APBA ke sektor-sektor produktif ini. Kita tidak usaha berbicara muluk dengan melakukan kebijakan-kebijakan dan target-target perekonomian yang sulit untuk kita capai bahkan kurang realistik. Ketika pondasi ekonomi kita telah kuat, maka untuk ke depan perekonomian akan tertata lebih baik, mapan, mandiri dan akan menciptakan pertumbuhan ekonomi baru yang lebih kokoh. Sektor-sektor lainnya yang mendukung seperti perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain akan tumbuh dengan sendirinya seiringg aktivitas ekonomi aceh yang meningkat.
Sumber : Klik Disini
Komentar