Penyusunan dan penetapan APBN
Penyusunan dan
penetapan APBN dan APBD menurut UU No. 17 Tahun 2003
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam UU
No. 17 Tahun 2003 meliputi
penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD
dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian
sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan
klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran
jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan
kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara.
Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran
tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah
dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan itu, dalam UU No. 17 Tahun 2003 ini disebutkan
bahwa belanja negara danbelanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap
pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja
harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki
proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran
berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran
berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi
serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem
akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem
penyusunan rencana kerja dan anggarankementerian
negara/lembaga/perangkat daerah.
Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus
kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas
kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran
berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi
anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional.
Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk
memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang
objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan
standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan
kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Sebelum diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2003, anggaran belanja
pemerintah dikelompokkan atasanggaran
belanja rutin dan anggaran
belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin
dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan
penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah
menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan
anggaran.
Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen
perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undangundang dirasakan
tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dalam era globalisasi.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan
membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan
anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai denganKerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework)
sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses
penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas
mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas
antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
PENYUSUNAN
DAN PENETAPAN APBN
Tujuan dan fungsi dan
klasifikasi APBN (Pasal 11):
(1) APBN merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara
yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang.
(2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan,
anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan
negara terdiri
atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
Pasal 1 angka 13 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan pendapatan
negara adalah hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja
negara dipergunakan
untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Pasal 1 angka 14 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan belanja
negara adalah
kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
(5) Belanja negara dirinci menurut
organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian
negara/lembaga pemerintahan pusat.
Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan
umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan
dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan
perlindungan sosial.
Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri
dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah,
bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Ketentuan umum
penyusunan APBN (Pasal 12):
(1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan
negara.
Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja
operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepadarencana kerja Pemerintah dalam
rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit,
ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam
Undang-undang tentang APBN.
Defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik
Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan
surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip
pertanggungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk
pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Mekanisme penyusunan
APBN (Pasal 13):
(1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok
kebijakan fiskal dan kerangka
ekonomi makrotahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan
Rakyat membahas kerangka
ekonomi makro danpokok-pokok
kebijakan fiskal yang
diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan
APBN tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kerangka
ekonomi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan
umum dan prioritas anggaran untuk
dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan
anggaran.
Mekanisme penyusunan
APBN Pasal 14
(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN,
menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana
kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga tahun berikutnya.
(2) Rencana
kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkanprestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana
kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan
belanja untuk
tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
(4) Rencana
kerja dan anggaran dimaksud
dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan
APBN.
(5) Hasil pembahasan rencana
kerja dan anggaran disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan
undang-undang tentang APBN tahun
berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyusunan rencana
kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Mekanisme penyusunan dan
penetapan APBN (Pasal 15):
(1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan
Undang-undang tentang APBN, disertai nota
keuangan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan
Undang-undang tentang APBN dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat
mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran
dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan
oleh DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan
Undangundang tentang APBN dilakukan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
(5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci
sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak
menyetujui Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka
APBN tahun anggaran sebelumnya.
PENYUSUNAN
DAN PENETAPAN APBD
Tujuan dan fungsi dan
klasifikasi APBD (Pasal 16):
(1) APBD merupakan wujud
pengelolaan keuangan daerah yang
ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
(2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan,
anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan daerah berasal dari
pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja daerah dirinci menurut
organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan
susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah.
Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari
pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan
dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta
perlindungan sosial.
Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi)
antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga,
subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
Ketentuan umum
penyusunan APBD (Pasal 17):
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja
operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepadarencana kerja Pemerintah Daerah dalam
rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit,
ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam
Peraturan Daerah tentang APBD.
Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk
Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60%
dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus,
ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip
pertanggungjawaban antar generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk
pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Mekanisme penyusunan
APBD (Pasal 18):
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan
umum APBD tahun
anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD
selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan
umum APBD yang
diajukan oleh Pemerintah Daerah dalampembicaraan pendahuluan RAPBD
tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kebijakan
umum APBD yang
telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah membahas prioritas
dan plafon anggaran sementarauntuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah.
Mekanisme penyusunan
APBD (Pasal 19):
(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana
kerja dan anggaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
(2) Rencana
kerja Satuan
Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkanprestasi kerja yang
akan dicapai.
(3) Rencana
kerja dan anggaran dimaksud
dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan
belanja untuk
tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.
(4) Rencana
kerja dan anggaran dimaksud
dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD.
(5) Hasil pembahasan rencana
kerja dan anggaran disampaikan
kepada pejabat
pengelola keuangan daerah sebagai
bahan penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD tahun
berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyusunan rencana
kerja dan anggaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan
Daerah.
Mekanisme penyusunan dan
penetapan APBD (Pasal 20):
(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD, disertaipenjelasan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada
DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3) DPRD dapat mengajukan usul yang
mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD.
Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat
diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD
mengenai Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBDdilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci
sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan
setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya
Komentar
makanan untuk membantu konsentrasi
obat alami untuk bau mulut
gejala tekanan darah rendah
manfaat terong untuk kesehatan
gejala-gejala psoriasis
cara mengobati flek paru-paru
cara mengobati campak jerman
cara menghilangkan bekas cacar air
cara menghilangkan kadas di wajah
cara menghilangkan panu di sekitar kemaluan
cara mengobati flu singapura pada anak
cara mengobati bercak merah pada telapak kaki
Obat Akalasia
Obat Luka akibat tersiram air panas
Cara herbal mengobati Akalasia
Penjual QnC Jelly Gamat Asli
Obat Tradisional benjolan Di Ketiak Paling Efektif Mujarab dan Aman
Pengobatan Alternatif Penyakit Leukoplakia Secara Alami Terbukti Ampuh Sembuh Total
Obat Alternatif Kanker Testis Terbaik 100% Alami Manjur
Ciri-Ciri Orang Menderita Luka Lambung Yang Kronis
Pengobatan Alternatif Penyakit Leukoplakia Secara Alami Terbukti Ampuh Sembuh Total
Obat Alternatif Kista Testis Terbaik 100% Alami Manjur
Obat Alami Untuk Menghilangkan Bopeng Bekas Jerawat
Pengobatan Alternatif Penyakit Leptospirosis Secara Alami Terbukti Ampuh Sembuh Total
Obat Alternatif Konjungtivitis Terbaik 100% Alami Manjur
Ciri-Ciri Orang Menderita Luka Lambung Yang Kronis