Teori Nilai Objektif
Mazhab Klasiklah yang
pertama kali mempelajari soal nilai, terutama nilai tukar. Teori nilai objektif
menyelidiki nilai suatu barang dengan barang itu sendiri sebagai objek
penelitian. Bagaimana terjadinya barang itu? apakah barang itu mempunyai guna
pakai dan guna tukar? Dalam hal menilai, produsen mempunyai peranan penting,
karena produsenlah yang menghasilkan barang serta mengetahui seluk-beluk proses
produksi barang itu sampai dapat dijual di pasar. Sebagai dasar dalam
penyelidikan teori nilai objektif ialah:
3. Ajaran Nilai Tenaga rata-rata Masyarakat dan Teori Nilai Lebih (Karl Mark )
Pendapat Karl Marx ini merupakan kelanjutan hasil pemikiran Ricardo. Tenaga kerja adalah sumber nilai, dan nilai tukar suatu benda ditentukan oleh jumlah tenaga kerja rerata masyarakat. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah tenaga manusia termasuk perkakas dan mesin yang dipakai dalam produksi sebenarnya juga tenaga kerja, yaitu tenaga kerja yang sudah mengkristal. Teori tenaga kerja Karl Marx dipakai sebagai dasar untuk menyusun “teori pemerasan”, yang mengkritik terjadinya kepincangan-kepincangan sosial ekonomi dalam masyarakat. Teori pemerasan ini sangat membantu dalam menguraikan teori nilai lebih (value added).
4. Ajaran Teori Nilai Bia a Reproduksi (Carey)
Menurut Carey, nilai barang harus didasarkan atas biaya reproduksi, yaitu biaya untuk memproduksi kembali suatu barang. Contohnya : untuk membuat meja belajar diperlukan biaya Rp 150.000,00. Setelah satu bulan kemudian karena harga kayu naik, maka diperlukan biaya Rp 200.000,00. Sehingga jumlah uang Rp 200.000,00 merupakan biaya reproduksi.
5. Ajaran Teori Nilai Pasar (David Humme dan John Locke)
Ajaran nilai David Humme dan John Locke ini juga disebut market value theory. Menurut teori ini, nilai suatu barang bergantung pada permintaan dan penawaran barang di pasar. Jika penawaran lebih besar dari pada permintaan maka nilai barang akan turun. Sebaliknya jika permintaan lebih besar daripada penawaran, maka nilai barang akan naik.
6. Ajaran Nilai Batas (Carl Menger, Stanley Jevons, Leon Walras)
Teori Menger, Jevons, dan Walras tidak saling berhubungan dalam membuat teori guna batas. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Von Bohm Bawerk, Von Weiser, dan Joseph Schumpeter.
1. barang yang akan diselidiki.
2. penilaian dari pihak produsen.
3. apakah barang itu memiliki guna
pakai dan guna tukar?
Beberapa pelopor teori
nilai objektif yaitu: Adam Smith dengan teori nilai biaya produksi, David Ricardo:
teori nilai biaya produksi tenaga kerja, Karl Marx: teori nilai tenaga
rata-rata masyarakat dan teori nilai lebih, Carey: teori nilai biaya
reproduksi, dan David Humme dan John Locke : teori nilai pasar.
1. Ajaran Nilai Biaya Produksi (Adam Smith)
Untuk membuat suatu benda telah dipergunakan modal dan tenaga. Orang harus memberikan pengorbanan berupa modal dan tenaga. Pengorbanan berupa modal dan tenaga inilah yang menjadi nilai dari benda tersebut. Nilai suatu benda menurut teori ini adalah sama dengan nilai yang dipergunakan berupa modal dan tenaga (biaya produksi). Teori Adam Smith dikenal dengan nama Teori Nilai Biaya produksi (Cost Value Theory). Sering pula terjadi bahwa perbaikan dalam cara produksi menyebabkan biaya produksi sangat berkurang. Hal ini dapat diperhatikan dalam ajaran nilai biaya reproduksi dari Carey.
2. Ajaran Nilai Biaya Produksi Tenaga Kerja (David Ricardo)
Nilai barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang itu. Tenaga kerja yang dimaksud oleh Ricardo adalah meliputi tenaga kerja manusia dan perkakas dan mesin-mesin, karena perkakas dan mesin-mesin kalau dianalisis ternyata tidak lain adalah hasil dari tenaga kerja. Ricardo membedakan barang menjadi dua golongan
1. Ajaran Nilai Biaya Produksi (Adam Smith)
Untuk membuat suatu benda telah dipergunakan modal dan tenaga. Orang harus memberikan pengorbanan berupa modal dan tenaga. Pengorbanan berupa modal dan tenaga inilah yang menjadi nilai dari benda tersebut. Nilai suatu benda menurut teori ini adalah sama dengan nilai yang dipergunakan berupa modal dan tenaga (biaya produksi). Teori Adam Smith dikenal dengan nama Teori Nilai Biaya produksi (Cost Value Theory). Sering pula terjadi bahwa perbaikan dalam cara produksi menyebabkan biaya produksi sangat berkurang. Hal ini dapat diperhatikan dalam ajaran nilai biaya reproduksi dari Carey.
2. Ajaran Nilai Biaya Produksi Tenaga Kerja (David Ricardo)
Nilai barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang itu. Tenaga kerja yang dimaksud oleh Ricardo adalah meliputi tenaga kerja manusia dan perkakas dan mesin-mesin, karena perkakas dan mesin-mesin kalau dianalisis ternyata tidak lain adalah hasil dari tenaga kerja. Ricardo membedakan barang menjadi dua golongan
- barang yang tidak mungkin
diganti atau diperbanyak, seperti : lukisan. Nilai barang ini ditentukan
oleh penggemar.
- Barang yang mudah diperbanyak,
nilainya ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk
menghasilkan barang tersebut. Berkaitan dengan itu, tenaga kerja merupakan
alat penunjuk nilai dalam tukar-menukar.
3. Ajaran Nilai Tenaga rata-rata Masyarakat dan Teori Nilai Lebih (Karl Mark )
Pendapat Karl Marx ini merupakan kelanjutan hasil pemikiran Ricardo. Tenaga kerja adalah sumber nilai, dan nilai tukar suatu benda ditentukan oleh jumlah tenaga kerja rerata masyarakat. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah tenaga manusia termasuk perkakas dan mesin yang dipakai dalam produksi sebenarnya juga tenaga kerja, yaitu tenaga kerja yang sudah mengkristal. Teori tenaga kerja Karl Marx dipakai sebagai dasar untuk menyusun “teori pemerasan”, yang mengkritik terjadinya kepincangan-kepincangan sosial ekonomi dalam masyarakat. Teori pemerasan ini sangat membantu dalam menguraikan teori nilai lebih (value added).
4. Ajaran Teori Nilai Bia a Reproduksi (Carey)
Menurut Carey, nilai barang harus didasarkan atas biaya reproduksi, yaitu biaya untuk memproduksi kembali suatu barang. Contohnya : untuk membuat meja belajar diperlukan biaya Rp 150.000,00. Setelah satu bulan kemudian karena harga kayu naik, maka diperlukan biaya Rp 200.000,00. Sehingga jumlah uang Rp 200.000,00 merupakan biaya reproduksi.
5. Ajaran Teori Nilai Pasar (David Humme dan John Locke)
Ajaran nilai David Humme dan John Locke ini juga disebut market value theory. Menurut teori ini, nilai suatu barang bergantung pada permintaan dan penawaran barang di pasar. Jika penawaran lebih besar dari pada permintaan maka nilai barang akan turun. Sebaliknya jika permintaan lebih besar daripada penawaran, maka nilai barang akan naik.
6. Ajaran Nilai Batas (Carl Menger, Stanley Jevons, Leon Walras)
Teori Menger, Jevons, dan Walras tidak saling berhubungan dalam membuat teori guna batas. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Von Bohm Bawerk, Von Weiser, dan Joseph Schumpeter.
- Teori Nilai Subjektif
Para pelopor teori
nilai subjektif adalah Herman Heinrich Gossen, Karl Menger, dan Von Bohm
Bawerk. Dalam teori nilai objektif dikemukakan bahwa suatu barang yang memiliki
guna pakai umum akan bernilai tinggi. Akan tetapi teori ini terbentur pada
suatu paradoks bahwa air yang mempunyai guna pakai tinggi, tetapi bernilai
rendah, sedangkan berlian/intan yang mempunyai guna pakai umum kecil, tetapi
justru bernilai tinggi. Paradox antinomi nilai ini tidak dianalisis lebih
lanjut oleh ajaran klasik. Analisis nilai suatu barang harus berpangkal pada
subjek pemakai berhubung dengan pemuasan kebutuhannya. Gambaran yang lebih
jelas dapat kalian ikuti analisis pemuasan kebutuhan menurut Hukum Gossen.
Teori nilai menurut Gossen terkenal dengan nama hukum Gossen I dan hukum Gossen
II. Hukum Gossen I berbunyi “ Jika pemuasan kebutuhan dilakukan terus menerus,
maka kenikmatan semakin lama semakin berkurang, dan pada suatu saat akan
tercapai titik kepuasan” Hukum Gossen I disebut hukum guna batas yang semakin
menurun. Bagaimana kenyataan hukum Gossen I tersebut dalam praktik? Hukum
Gossen tidak selalu berlaku tepat, karena ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi. Dalam kenyataan hukum Gossen I masih mendapatkan kritikan:
1. Tidak berlaku bagi pengisap madat,
ganja, miras, obat terlarang (narkoba) yang semakin banyak minum justru semakin
merasakan kenikmatan.
2. Orang tidak selalu memuaskan satu
macam kebutuhan hingga mencapai kepuasan maksimal. Pada saat memuaskan telah
mencapai titik kepuasan tertentu akan menyusul kebutuhan lain yang harus
dipuaskan pula.
Untuk menyempurnakan hukum
pertama, Gossen menyusun analisisnya lebih lanjut . Hasilnya adalah Hukum
Gossen II, yang berbunyi “Manusia berusaha memuaskan kebutuhannya yang beraneka
ragam hingga mencapai tingkat intensitas yang sama (harmonis). Hukum Gossen II
ini dipergunakan oleh Karl Menger untuk
menyelidiki bagaimana orang membagi penghasilannya guna memenuhi kebutuhannya yang bermacam-macam. Pada umumnya seseorang akan menggunakan penghasilannya dengan sebaik-baiknya agar supaya kebutuhannya yang bermacam-macam dapat dipenuhi hingga tingkat kepuasan yang sama. Kebutuhan yang perlu di dahulukan misalnya, makan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan baru kebutuhan sekunder seperti: rekreasi, hiburan, dan tabungan. Untuk kejelasan tersebut,paparan ini dapat kalian perhatikan pada daftar preferensi kebutuhan dibawah ini
Pak Masruri mempunyai penghasilan Rp. 1.500.000,00 sebulan. Maka uang sebanyak ini tidak akan dipergunakan unrtuk memuaskan satu macam kebutuhan saja, misalnya hanya untuk makan sampai tingkat kepuasan yang maksimal, sedangkan kebutuhan lainnya diabaikan. Akan tetapi pendapatan Pak Masruri akan dipergunakan sebaik-baiknya agar supaya beberapa kebutuhannya dapat dipuaskan sampai tingkat kepuasan yang sama
sumber : Buku ekonomi SMU Kls X , http://wartailmu.blogspot.com/2011/08/teori-nilai-objektif.html
menyelidiki bagaimana orang membagi penghasilannya guna memenuhi kebutuhannya yang bermacam-macam. Pada umumnya seseorang akan menggunakan penghasilannya dengan sebaik-baiknya agar supaya kebutuhannya yang bermacam-macam dapat dipenuhi hingga tingkat kepuasan yang sama. Kebutuhan yang perlu di dahulukan misalnya, makan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan baru kebutuhan sekunder seperti: rekreasi, hiburan, dan tabungan. Untuk kejelasan tersebut,paparan ini dapat kalian perhatikan pada daftar preferensi kebutuhan dibawah ini
Pak Masruri mempunyai penghasilan Rp. 1.500.000,00 sebulan. Maka uang sebanyak ini tidak akan dipergunakan unrtuk memuaskan satu macam kebutuhan saja, misalnya hanya untuk makan sampai tingkat kepuasan yang maksimal, sedangkan kebutuhan lainnya diabaikan. Akan tetapi pendapatan Pak Masruri akan dipergunakan sebaik-baiknya agar supaya beberapa kebutuhannya dapat dipuaskan sampai tingkat kepuasan yang sama
sumber : Buku ekonomi SMU Kls X , http://wartailmu.blogspot.com/2011/08/teori-nilai-objektif.html
Komentar