Ketika Bung Karno Membicarakan "Atlantis"
Anda pernah dengar legenda Atlantis? Ini merujuk pada cerita Plato pada 335 SM. Dalam salah satu karyanya, Timaeus, Plato menceritakan tentang Atlantis yang hilang. Konon, Critias, nama orang dalam buku Plato, mendengar kisah Atlantis dari Solon. Dan Solon mendengarnya dari seorang pendeta Mesir.
sumber foto : http://m.berdikarionline.com/
Atlantis digambarkan sebagai sebagai negeri dengan peradaban yang sangat maju. Sayang, seperti diceritakan Plato, negeri hebat itu tenggelam ke dalam samudra “hanya dalam waktu satu hari satu malam”. Itu diperkirakan terjadi pada 11.600 tahun yang lalu.
Cerita soal Atlantis mengundang rasa penasaran. Banyak orang yang berusaha mencari jejak-jejak kerajaan hilang itu. Ratusan ekspedisi dilakukan untuk mencari jejak Atlantis di Siprus, Afrika, Laut Mediterania, Amerika Selatan, Kepulauan Karibia hingga Mesir. Hasilnya pun nihil.
Belakang, seorang penulis Brazil, Profesor Arysio Santos, membuat kegemparan. Dalam bukunya, Atlantis: The Lost Continent Finally Found, Santos menyimpulkan bahwa peradaban Atlantis ada di kepulauan Indonesia. Banyak pakar, terutama pakar geoologi, membantah hipotesis Santos ini. Kita tak akan membahas polemik ini.
Rupanya, 47 tahun yang lalu, Bung Karno juga bercerita soal Atlantis. Bung Karno melakukannya di depan rapat para panglima ALRI di Tanjung Priok, Jakarta. Awalnya, Bung Karno berbicara mengenai mitos Nyi Roro Kidul.
Lalu, Bung Karno bilang, “ada kupasan yang mengatakan bahwa di selatan Pulau Jawa ini ada satu Pulau besar, yang seperti Nusa Tembini, kepulauan pulau Nusa ini, seperti Nusa Tembini diereh oleh seorang Raja Putri.”
Raja Putri itu, kata Bung Karno, mempraktekkan hukum matriarchal. Akan tetapi, kerajaan Nusa Tembini tenggelam ke dasar laut. Nah, inilah yang kemudian dikenang dengan cerita Nyi Roro Kidul.
Cerita soal Nusa Tembini ini, menurut Bung Karno, mirip dengan kepercayaan orang eropa mengenai kerajaan lautan Atlantis. Bung Karno memulai penjelasannya dengan tarikan geografis.
Ia mencoba menjelaskan, di sebelah barat Eropa Barat dan Afrika Barat, kemudian sebelah timurnya Amerika Utara dan Amerika Selatan, terdapat ruang kosong. “Sepertinya di tengah itu ada lubang,” katanya. Menurut Bung Karno, kemungkinan besar kawasan itu dulunya benua besar yang pecah.
“Di sebelah sini Amerika Utara dan Amerika Selatan, di sebelah sini Afrika dan Eropa, dan ditengah-tengahnya itu ada, itu tadi, satu pulau besar yang dinamakan Atlantis,” ungkap Bung Karno.
Pulau besar itu, katanya, dilingkari oleh lautan luas yang disebut Lautan Atlantis. Pulau besar Atlantis itulah yang tenggelam. Jadi, Bung Karno menyimpulkan, Atlantis itu ada di tengah-tengah antara Amerika Selatan-Amerika Utara dan Afrika-Eropa.
Lebih jauh, Bung Karno menjelaskan, kerajaan Atlantis ini juga diperintah oleh seorang raja perempuan. Hukumnya pun bersifat matriarchal. Bagi Bung Karno, hal itu memang sangat masuk akal, karena—seperti ditulis dalam buku “Sarinah”—hukum tertua dalam sejarah manusia itu adalah hukum matriarchal.
Namun, Bung Karno menegaskan, cerita Atlantis agak berbeda dengan Nyi Roro Kidul. Bung Karno tidak ingin melihat kepercayaan Nyi Roro Kidul itu berakhir sebagai mistik belaka. Baginya, cerita Nyi Roro Kidul hanya simbol belaka, bahwa jikalau kita bersatu dengan laut, bisa menjadi negara maritim, maka kita akan menjadi negara kuat.
Jadi, dalam konteks ini, Bung Karno tidak sedang membenangkan dirinya dalam pendiskusian soal mitos. Sebaliknya, ia berusaha menarik kepercayaan itu sebagai penanda simbolis belaka. Dengan begitu, ia berusaha menjadikan cerita Nyi Roro Kidul sebagai legitimasi bahwa kita harus memperkuat karakter maritim bangsa kita.
Mahesa Danu
sumber: klik disini
Komentar