Desaku Dahulu, Kini Dan Nanti
Dari Dahulu hingga sekarang
kehidupan di desaku tidak banyak berubah begitu tenang dan menyenangkan, orang
disekeliling begitu ramah, bertegur sapa dan sebagainya apa lagi ada orang yang
belajar di luar daerah seperti saya, maka ketika pulang sebagian yang saya
jumapin di jalan bertanya “kapan nyampekny? Lama libur?gimana keadaan disana?”
dll, yah saya hanya bisa tersenyum dan menjawab pertanyaan mereka dengan senyuman
ramah. Kehidupan pagi dimulai dengan kicauan burung yag sangat membuat hati
tenteram, anak-anak pun mulai bersiap pergi ke sekolah, para orang yang bekerja
di kantor juga akan bersiap2.
saat matahari mulai menampakkan dirinya dari arah timur
Bagi orang yang memiliki lahan baik sawah maupun
ladang, setelah selesai sarapan pagi mereka berangkat dengan membawa peralatan
“tempur” seperti parang, pisau, cangkul, rembas dan sebagainya. Pada siang hari
keadaan desa agak sepi, karena sebagian besar masyarakatnya masih bekerja dan
ada juga yang sebagian yang sudah pulang
dari tempat bekerja.
pondok sederhana di antara sawah dan kebun keluarga saya
Setiap sore maupun selesai maghrib
anak2 pergi mengaji ke mesjid yang berada di tengah desa kami Lingkungan yang
mengagumkan, indah, hamparan sawah dimana-mana, kolam ikan, kebun tradisional
yang berisi beragam buah2an mulai dari langsat, manggis, durian, mangga,
rambutan, kuini, rambe, dan buah kayu yang masih banyak lagi. Ketika datang
musimnya mulailah kebun itu penuh dengan warga baik siang maupun malam terutama
anak2 dan remaja. Bagi yang sudah remaja diperbolehkan oleh orang tua untuk
menjaga durian, selain udah lumanyan besar lokasi kebun pun tidak jauh dari
desa, kira2 berjalan kaki sekitar 10 menit melewati pematang sawah heheheh JJ..
hamaparan padi yang masih hijau
kolam ikan air tawar
Indahnya hidup di desa adalah masih
tingginya rasa sosial sesama masyarakat, seringnya sesama masyarakat
berinteraksi menyebabkan seluruh warga yang ada di kampung kita kenal, mulai
dari anak baru lahir sampai denga lansia, selain itu di desa tidak semua di
ukur dengan uang seperti yang kita alami di perkotaan dimana orang hampir tidak
kenal dengan tetangga sendiri, semua di ukur dengan uang hingga untuk
melaksanakan suatu acara pun kita harus menyewa orang untuk membantu kita. Jika
ada suatu warga yang akan mengadakan suatu acara pesta maupun hajatan, maka
pemuda – pemudi kampung akan di kumpulkan untuk diberikan pengarahan dan di
berikan tugas masing- masing maupun berkelompok yang iasa di sebut dalam bahasa
alas yaitu “titah pekhintah”. Dalam mengadakan “titah pekhintah” tersebut, tuan
rumah menyediakan makanan dan minuman ala kadarnya serta rokok bagi yang
merokok. Dan pada hari “H” nya maka para pemuda dan pemuda sudah tahu tugas dan
pekerjaan masing-masing sehingga acara dapat di jalankan dengan lancar. JJ
Begitu juga dengan acara lainnya
seperti ketika seseorang ingin mendirikan rumah, undangannya hanya disampaikan
melalui mulut ke mulut, dan ketika waktu yang di tentukan maka beberapa remaja
dan orang tua sudah berkumpul di tempat pendirian rumah tersebut. Yah namanya
juga tinggal di kampung, mudah untuk mendatangkan orang untuk membantu kita,
ketika sampai kita disajikan makanan dan minuman tradisional yang sangat
sederhana berupa “puket buban” (pulut yang diberi kelapa di atas) dan kopi. Dan
sudah saatnya kita untuk mendirikan tiang rumah secara bersama-sama sambil
mengumandangkan shalawat dimaksudkan agar tuan rumah dan penghuni rumah lainnya
di berikan rezki dan berkah yang melimpah. Selesaikan mendirikan rumah, maka
saudah saatnya kita menikmati makanan yang dari tadi sudah disajikan tuan
rumah, berupa daun ubi, jipang dan labu yang di rebus, sambal terasi, ikan
baakar dari hasil kolam sendiri dan sebagainya. Ketika duduk bersama2 dan
menikmatinya secara bersama- sama dan diiringi canda sesama sungguh terasa nikmat
walaupun begitu sederhana. JJJ
Bagaimana dengan desa saya nanti????
Tentu saja Saya sangat sangat dan sangat berharap budaya ramah tamah ini tidak
akan berubah dengan perkembangan zaman modern seperti yang terjadi dikota-kota
besar. J J J J
Komentar