Populasi dan Sampel
A. Definisi
Populasi
adalah wilayah generalisasi berupa subjek atau objek yang diteliti untuk
dipelajari dan diambil kesimpulan. Sedangkan sampel adalah sebagian dari
populasi yang diteliti.
Dengan
kata lain, sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari
populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat
digeneralisasikan pada populasi.
Penarikan
sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti
memiliki keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu
mendefinisikan populasi target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan
jumlah sampel dan teknik sampling yang digunakan.
B. Ukuran Sampel
Untuk
menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan tabel yang
dikembangkan para ahli. Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah
sampel minimal untuk memperoleh hasil yang baik adalah 30, sedangkan dalam
penelitian eksperimen jumlah sampel minimum 15 dari masing-masing kelompok dan
untuk penelitian survey jumlah sampel minimum adalah 100.
Roscoe
(1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) memberikan acuan umum untuk menentukan
ukuran sampel :
Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah
tepat untuk kebanyakan penelitian
Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita,
junior/senior, dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori
adalah tepat
Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi
berganda), ukuran sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam
penelitian
Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol
eskperimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran
sampel kecil antara 10 sampai dengan 20
Besaran atau ukuran sampel ini sampel sangat tergantung dari
besaran tingkat ketelitian atau kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun,
dalam hal tingkat kesalahan, pada penelitian sosial maksimal tingkat
kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan maka makin kecil
jumlah sampel. Namun yang perlu diperhatikan adalah semakin besar jumlah sampel
(semakin mendekati populasi) maka semakin kecil peluang kesalahan generalisasi
dan sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel (menjauhi jumlah populasi) maka
semakin besar peluang kesalahan generalisasi.
Beberapa rumus untuk menentukan jumlah sampel antara lain :
1. Rumus Slovin (dalam Riduwan, 2005:65)
N = n/N(d)2 + 1
n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. =
0,05.
Misalnya, jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan
yang dikehendaki adalah 5%, maka jumlah sampel yang digunakan adalah :
N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan 95
2. Formula Jacob Cohen (dalam Suharsimi Arikunto, 2010:179)
N = L / F^2 + u + 1
Keterangan :
N = Ukuran sampel
F^2 = Effect Size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel
Keterangan :
N = Ukuran sampel
F^2 = Effect Size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel
Power (p) = 0.95 dan Effect size (f^2) = 0.1
Harga L tabel dengan t.s 1% power 0.95 dan u = 5 adalah 19.76
maka dengan formula tsb diperoleh ukuran sampel
N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan 203
Harga L tabel dengan t.s 1% power 0.95 dan u = 5 adalah 19.76
maka dengan formula tsb diperoleh ukuran sampel
N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan 203
3. Rumus berdasarkan Proporsi atau Tabel Isaac dan Michael
Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac dan Michael
memberikan kemudahan penentuan jumlah sampel berdasarkan tingkat kesalahan 1%,
5% dan 10%. Dengan tabel ini, peneliti dapat secara langsung menentukan besaran
sampel berdasarkan jumlah populasi dan tingkat kesalahan yang dikehendaki.
C. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang
secara umum terbagi dua yaitu probability sampling dan non probability
sampling.
Dalam pengambilan sampel cara probabilitas besarnya peluang
atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih sebagai subjek diketahui.
Sedangkan dalam pengambilan sampel dengan cara nonprobability besarnya peluang
elemen untuk ditentukan sebagai sampel tidak diketahui. Menurut Sekaran (2006),
desain pengambilan sampel dengan cara probabilitas jika representasi sampel
adalah penting dalam rangka generalisasi lebih luas. Bila waktu atau faktor
lainnya, dan masalah generalisasi tidak diperlukan, maka cara nonprobability
biasanya yang digunakan.
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama kepada setiap anggota populasi untuk menjadi
sampel. Teknik ini meliputi simpel random sampling, sistematis sampling,
proportioate stratified random sampling, disproportionate stratified random
sampling, dan cluster sampling
Simple random sampling
Teknik adalah teknik yang paling sederhana (simple). Sampel
diambil secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.
Misalnya :
Populasi adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang berjumlah
500 orang. Jumlah sampel ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael dengan
tingkat kesalahan adalah sebesar 5% sehingga jumlah sampel ditentukan sebesar
205.
Jumlah sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa
memperhatikan kelas, usia dan jenis kelamin.
Sampling Sistematis
Adalah teknik sampling yang menggunakan nomor urut dari
populasi baik yang berdasarkan nomor yang ditetapkan sendiri oleh peneliti
maupun nomor identitas tertentu, ruang dengan urutan yang seragam atau
pertimbangan sistematis lainnya.
Contohnya :
Akan diambil sampel dari populasi karyawan yang berjumlah
125. Karyawan ini diurutkan dari 1 – 125 berdasarkan absensi. Peneliti bisa
menentukan sampel yang diambil berdasarkan nomor genap (2, 4, 6, dst) atau
nomor ganjil (1, 2, 3, dst), atau bisa juga mengambil nomor kelipatan (2, 4, 8,
16, dst)
Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini hampir sama dengan simple random sampling namun
penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.
Misalnya, populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125.
Dengan rumus Slovin (lihat contoh di atas) dan tingkat kesalahan 5% diperoleh
besar sampel adalah 95. Populasi sendiri terbagi ke dalam tiga bagian
(marketing, produksi dan penjualan) yang masing-masing berjumlah :
Marketing : 15
Produksi :
75
Penjualan : 35
Maka jumlah sample yang diambil berdasarkan masing-masinng
bagian tersebut ditentukan kembali dengan rumus n = (populasi kelas / jml
populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang ditentukan
Marketing : 15 / 125 x
95 = 11,4
dibulatkan 11
Produksi :
75 / 125 x 95
= 57
Penjualan : 35 / 125 x
95 = 26.6
dibulatkan 27
Sehingga dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 +
57 + 27 = 95 sampel.
Teknik ini umumnya digunakan pada populasi yang diteliti
adalah keterogen (tidak sejenis) yang dalam hal ini berbeda dalam hal
bidangkerja sehingga besaran sampel pada masing-masing strata atau kelompok
diambil secara proporsional untuk memperoleh
Disproportionate Stratified Random Sampling
Disproporsional stratified random sampling adalah teknik
yang hampir mirip dengan proportionate stratified random sampling dalam hal
heterogenitas populasi. Namun, ketidakproporsionalan penentuan sample
didasarkan pada pertimbangan jika anggota populasi berstrata namun kurang
proporsional pembagiannya.
Misalnya, populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang
yang berstrata berdasarkan tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2. Namun
jumlahnya sangat tidak seimbang yaitu :
SMP : 100 orang
SMA : 700 orang
DIII : 180 orang
S1 : 10 orang
S2 : 10 orang
Jumlah karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini sangat
tidak seimbang (terlalu kecil dibandingkan dengan strata yang lain) sehingga
dua kelompok ini seluruhnya ditetapkan sebagai sampel
Cluster Sampling
Cluster sampling atau sampling area digunakan jika sumber
data atau populasi sangat luas misalnya penduduk suatu propinsi, kabupaten,
atau karyawan perusahaan yang tersebar di seluruh provinsi. Untuk menentukan
mana yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi terlebih dahulu ditetapkan
secara random, dan menentukan jumlah sample yang digunakan pada masing-masing
daerah tersebut dengan menggunakan teknik proporsional stratified random
sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja berbeda.
Contoh :
Peneliti
ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar mengajar di tingkat SMU.
Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh Indonesia. Karena jumlahnya sangat
banyak dan terbagi dalam berbagai provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan
dalam tahapan sebagai berikut :
Tahap Pertama adalah menentukan sample daerah. Misalnya
ditentukan secara acak 10 Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.
Tahap
kedua. Mengambil sampel SMU di tingkat Provinsi secara acak yang selanjutnya
disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri dari Kabupaten/Kota, maka
diambil secara acak SMU tingkat Kabupaten yang akan ditetapkan sebagai sampel
(disebut Kabupaten Sampel), dan seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa
yang akan dijadikan sampel. Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMU yang
dijadikan sampel ini diharapkan akan menggambarkan keseluruhan populasi secara
keseluruhan.
2. Non Probabilty Sampel
Non
Probability artinya setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau
peluang yang sama sebagai sampel. Teknik-teknik yang termasuk ke dalam Non
Probability ini antara lain : Sampling Sistematis, Sampling Kuota, Sampling
Insidential, Sampling Purposive, Sampling Jenuh, dan Snowball Sampling.
Sampling Kuota,
Adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari
populasi yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang
diinginkan.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang persepsi siswa
terhadap kemampuan mengajar guru. Jumlah Sekolah adalah 10, maka sampel kuota
dapat ditetapkan masing-masing 10 siswa per sekolah.
Sampling Insidential,
Insidential
merupakan teknik penentuan sampel secara kebetulan, atau siapa saja yang
kebetulan (insidential) bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan
karakteristik sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel.
Misalnya
penelitian tentang kepuasan pelanggan pada pelayanan Mall A. Sampel ditentukan
berdasarkan ciri-ciri usia di atas 15 tahun dan baru pernah ke Mall A tersebut,
maka siapa saja yang kebetulan bertemu di depan Mall A dengan peneliti (yang
berusia di atas 15 tahun) akan dijadikan sampel.
Sampling Purposive,
Purposive
sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga
layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan seputar
daya tahan mesin tertentu. Maka sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli
mesin yang mengetahui dengan jelas permasalahan ini. Atau penelitian tentang
pola pembinaan olahraga renang. Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih
renang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang ini. Teknik ini biasanya
dilakukan pada penelitian kualitatif.
Sampling Jenuh,
Sampling jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi.
Biasanya dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Saya
sendiri lebih senang menyebutnya total sampling.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang kinerja guru di
SMA XXX Jakarta. Karena jumlah guru hanya 35, maka seluruh guru dijadikan
sampel penelitian.
Snowball Sampling
Snowball
sampling adalah teknik penentuan jumlah sampel yang semula kecil kemudian terus
membesar ibarat bola salju (seperti Multi Level Marketing….). Misalnya akan
dilakukan penelitian tentang pola peredaran narkoba di wilayah A. Sampel
mula-mula adalah 5 orang Napi, kemudian terus berkembang pada pihak-pihak lain
sehingga sampel atau responden teruuus berkembang sampai ditemukannya informasi
yang menyeluruh atas permasalahan yang diteliti.
Teknik ini juga lebih cocok untuk penelitian kualitatif.
C. Yang perlu diperhatikan dalam Penentuan Ukuran Sampel
Ada
dua hal yang menjadi pertimbannga dalam menentukan ukuran sample. Pertama
ketelitian (presisi) dan kedua adalah keyakinan (confidence).
Ketelitian
mengacu pada seberapa dekat taksiran sampel dengan karakteristik populasi.
Keyakinan adaah fungsi dari kisaran variabilitas dalam distribusi pengambilan
sampel dari rata-rata sampel. Variabilitas ini disebut dengan standar error,
disimbolkan dengan S-x
Semakin
dekat kita menginginkan hasil sampel yang dapat mewakili karakteristik populasi,
maka semakin tinggi ketelitian yang kita perlukan. Semakin tinggi ketelitian,
maka semakin besar ukuran sampel yang diperlukan, terutama jika variabilitas
dalam populasi tersebut besar.
Sedangkan
keyakinan menunjukkan seberapa yakin bahwa taksiran kita benar-benar berlaku
bagi populasi. Tingkat keyakinan dapat membentang dari 0 – 100%. Keyakinan 95%
adalah tingkat lazim yang digunakan pada penelitian sosial / bisnis. Makna dari
keyakinan 95% (alpha 0.05) ini adalah “setidaknya ada 95 dari 100, taksiran
sampel akan mencerminkan populasi yang sebenarnya”.
D. KESIMPULAN :
Dari
berbagai penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa teknik penentuan jumlah
sampel maupun penentuan sampel sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan
dari penelitian. Dengan kata lain, sampel yang diambil secara sembarangan tanpa
memperhatikan aturan-aturan dan tujuan dari penelitian itu sendiri tidak akan
berhasil memberikan gambaran menyeluruh dari populasi.
REVISI TULISAN
Saya
merevisi teknik sampling, dan memasukkan teknik sistematis ke dalam probability
sampling berdasarkan rujukan buku Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis.
Jakarta : Salemba Empat
Beberapa Teknik Penentuan Ukuran Sampel Lainnya
Tabel
jumlah sampel Isaac n Michael
Sample
Size bartlett kotrlik higgins dengan pendekatan Cohran’s Formula
Baca juga
Penentuan ukuran sampel menurut para ahli di teorionline.net
Dirangkum dari :
Arikunto Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta :
Rineka Cipta
Arikunto Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu
Pendekatan Praktis, edisi revisi 2010. Jakarta : Rineka Cipta
Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan
dan Peneliti Pemula, Bandung : Alfabeta.
Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba
Empat.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administasi. Bandung
: Alvabeta.
Komentar