Kamis, 24 Oktober 2019

Perkuat Peran Pengawas Penyalahgunaan Wewenang di Birokrasi

Ribuan aparatur sipil negara (ASN) mengikuti upacara hari ulang tahun ke-47 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (29/11/2018). Kegiatan tersebut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo yang bertindak sebagai inspektur upacara

JAKARTA, KOMPAS—Undang-undang yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang dinilai multitafsir. Oleh sebab itu, perlu harmonisasi aturan dari undang-undang yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang dan penguatan peran pengawas.
Hal itu mengemuka dalam diskusi terfokus dan terarah (FGD) yang digelar Pusat Pelatihan, Pengembangan, dan Kajian Hukum Administrasi Negara (Puslatbang KHAN) Lembaga Administrasi Negara (LAN). FGD bertema “Kajian Implementasi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terkait Pemberantasan Korupsi” itu diadakan di Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Kepala Bidang Kajian Hukum Administrasi Negara Puslatbang KHAN LAN, Said Fadhil, mengatakan, unsur penyalahgunaan wewenang oleh birokrat pemerintah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). Namun, hal itu juga diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal 3 UU Tipikor menyatakan, setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau dipidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling dikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Hal ini menimbulkan multitafsir dalam memahaminya apakah penyalahgunaan wewenang oleh birokrat masuk dalam ranah pidana atau ranah administrasi,” katanya, dalam keterangan tertulis.
Said menjelaskan, penyalahgunaan wewenang dalam UUAP merupakan ranah hukum administrasi sebagai upaya pencegahan korupsi. Adapun dalam UU Tipikor merupakan ranah hukum pidana dan upaya terakhir dalam hal penindakan korupsi. Dalam UUAP, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menjadi aktor yang sangat berperan menentukan ada atau tidaknya penyalahgunaan wewenang. Namun dalam UUAP tidak dijelaskan lebih lanjut tentang aktor, fungsi, kewenangan, serta tanggung jawabnya.
“Perlu ada aturan yang memperkuat APIP dalam melaksanakan tugas,” katanya.
UU yang multitafsir ini, lanjut Said, menimbulkan keraguan bagi pejabat pemerintah membuat kebijakan. Pada gilirannya, akan memicu stagnasi pembangunan karena anggaran tidak terserap maksimal.
Oleh sebab itu, harus ada harmonisasi peraturan perundang-undangan sehingga tidak menimbulkan multitafsir untuk memahami penyalahgunaan wewenang. Ini, antara lain, dilakukan dengan menjelaskan mekanisme koordinasi penanganan perkara penyalahgunaan kewenangan. Ditambah lagi, peran APIP harus diperkuat.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Agus Sunaryanto, mengemukakan, penyalahgunaan wewenang memang tidak bisa dipukul rata. Ada perspektif administrasi dan pidana.

“Kalau pada akhirnya memang ada niat (mens rea) dan merugikan keuangan negara, baru bisa dikategorikan pidana,” katanya. Menurut Agus, APIP bertugas untuk mengklasifikasi jenis penyalahgunaan yang terjadi. Jika memang ada unsur pidana, APIP berkoordinasi dengan penegak hukum.
Untuk mewujudkan hal ini, APIP harus memiliki kapasitas dan kompetensi untuk memilah antara administrasi murni dan penyalahgunaan wewenang yang berpotensi pidana.
“APIP harus independen, bahkan terhadap atasan sendiri. Karena selama ini, kasus yang ditangani intern, ujung-ujungnya selesai secara ‘adat’,” katanya.

Sumber : https://kompas.id/baca/utama/2019/10/23/perkuat-peran-pengawas-penyalahgunaan-wewenang-di-birokrasi/


Tidak ada komentar:

Cara Mendapatkan EViews 11 Demo Version

 Oleh: Jul Fahmi Salim Assalmkum wrwb.. Selamat Pagi, Siang, Malam teman-teman sekalian, jika dipostingan sebelumnya sydah ada cara mendapat...