Defisit Neraca Pembayaran Bisa Sampai USD 10 Miliar
Ilustrasi. (Foto: Corbis)
JAKARTA - Defisit neraca pembayaran Indonesia (NPI) dikhawatirkan bisa mencapai lebih dari USD10 miliar hingga akhir tahun ini. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, defisit NPI juga bisa berdampak terhadap nilai tukar rupiah.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat, defisit NPI Indonesia pada triwulan II/2012 telah menyentuh angka USD2,8 miliar atau lebih besar dari defisit triwulan I yang hanya USD1 miliar. Defisit NPI didorong oleh semakin melebarnya defisit transaksi berjalan yang mencapai USD6,9 miliar atau 3,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II/2012.
“Ini berat. Neraca pembayaran defisitnya kalau begini terus akan cukup tinggi. Misalnya investment masuk tapi neraca service industry tinggi, seperti bayar asuransi. Leasing semua bayar. Kita lihat triwulan III ini dulu. Dunia harus hati-hati terhadap defisit neraca pembayaran,” kata Sofjan di Jakarta, Kemarin malam.
Sofjan menilai, pemerintah tidak memiliki sense of crisis. Selain itu, kata dia, produk – produk buatan lokal sulit untuk berkompetisi menghadapi impor yang terus membanjiri pasar domestik.
Sementara Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, defisit NPI yang terjadi saat ini belum terlalu mengkhawatirkan. Pasalnya, kata dia, perekonomian global akan memulih, sehingga berdampak positif terhadap NPI. Bahkan, dia optimistis, kondisi tersebut akan segera memulih dalam waktu enam bulan.
?“Uni Eropa sudah mulai kelihatan siap untuk melakukan penegasan secara fiskal dan juga moneter. Kita lihat saja dalam beberapa bulan ini. Tapi, kalau dalam enam bulan ini tidak ada ketegasan secara fiskal, ya kita harus lebih khawatir,” kata Gita.
Defisit NPI, kata dia, terjadi karena disebabkan oleh lonjakan importasi bahan penolong dan bahan baku. Menurutnya jika pemerintah ingin meredam impor, untuk memperbaiki current account, akan memberikan impact pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Tetapi kalau kita meningkatkan impor, selama kita percaya impor itu untuk produk penolong dan bahan baku, itu akan membuahkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan lapangan kerja. Ini kita prioritasnya membuahkan lapangan kerja,” jelasnya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri menuturkan, pihaknya optimistis, defisit NPI hingga akhir tahun ini tidak akan melebihi 3 persen. “Kalau anda impor komponen automotif misalnya, dia kan dibikin jadi mesin lalu baru jadi barang setelah sekian lama,” ucapnya.
Lebih lanjut Sofjan mengatakan, impor komponen automotif menjadi salah satu penyebab terjadinya defisit NPI. Untuk itu, kata dia, industri harus diberikan insentif yang cukup sehingga bisa memproduksi komponen di dalam negeri.
“Insentif yang ada sekarang belum cukup. Kita jualan disini dengan impor yang jauh lebih tinggi. Contohnya sedan yang 60 persen komponen masih impor. Kita masih dalam tingkat assembling plus dalam arti belum assemblling dengan tingkat lokalisasi disini,” ujarnya.
(Sandra Karina/Koran SI/mrt)
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat, defisit NPI Indonesia pada triwulan II/2012 telah menyentuh angka USD2,8 miliar atau lebih besar dari defisit triwulan I yang hanya USD1 miliar. Defisit NPI didorong oleh semakin melebarnya defisit transaksi berjalan yang mencapai USD6,9 miliar atau 3,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II/2012.
“Ini berat. Neraca pembayaran defisitnya kalau begini terus akan cukup tinggi. Misalnya investment masuk tapi neraca service industry tinggi, seperti bayar asuransi. Leasing semua bayar. Kita lihat triwulan III ini dulu. Dunia harus hati-hati terhadap defisit neraca pembayaran,” kata Sofjan di Jakarta, Kemarin malam.
Sofjan menilai, pemerintah tidak memiliki sense of crisis. Selain itu, kata dia, produk – produk buatan lokal sulit untuk berkompetisi menghadapi impor yang terus membanjiri pasar domestik.
Sementara Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, defisit NPI yang terjadi saat ini belum terlalu mengkhawatirkan. Pasalnya, kata dia, perekonomian global akan memulih, sehingga berdampak positif terhadap NPI. Bahkan, dia optimistis, kondisi tersebut akan segera memulih dalam waktu enam bulan.
?“Uni Eropa sudah mulai kelihatan siap untuk melakukan penegasan secara fiskal dan juga moneter. Kita lihat saja dalam beberapa bulan ini. Tapi, kalau dalam enam bulan ini tidak ada ketegasan secara fiskal, ya kita harus lebih khawatir,” kata Gita.
Defisit NPI, kata dia, terjadi karena disebabkan oleh lonjakan importasi bahan penolong dan bahan baku. Menurutnya jika pemerintah ingin meredam impor, untuk memperbaiki current account, akan memberikan impact pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Tetapi kalau kita meningkatkan impor, selama kita percaya impor itu untuk produk penolong dan bahan baku, itu akan membuahkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan lapangan kerja. Ini kita prioritasnya membuahkan lapangan kerja,” jelasnya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri menuturkan, pihaknya optimistis, defisit NPI hingga akhir tahun ini tidak akan melebihi 3 persen. “Kalau anda impor komponen automotif misalnya, dia kan dibikin jadi mesin lalu baru jadi barang setelah sekian lama,” ucapnya.
Lebih lanjut Sofjan mengatakan, impor komponen automotif menjadi salah satu penyebab terjadinya defisit NPI. Untuk itu, kata dia, industri harus diberikan insentif yang cukup sehingga bisa memproduksi komponen di dalam negeri.
“Insentif yang ada sekarang belum cukup. Kita jualan disini dengan impor yang jauh lebih tinggi. Contohnya sedan yang 60 persen komponen masih impor. Kita masih dalam tingkat assembling plus dalam arti belum assemblling dengan tingkat lokalisasi disini,” ujarnya.
(Sandra Karina/Koran SI/mrt)
Komentar